Power of View
Agus Benjamin - CEO
PT. Lippo General Insurance, Tbk

Potensi Industri Asuransi di Indonesia Masih Sangat Besar

Bukan tanpa sebab yang jelas jika Agus Benjamin, Chief Executive Officer Lippo Insurance memilih industri asuransi sebagai pilihan berkarirnya. Sebagai profesional yang ingin berkarir maju, ia sudah memikirkan rencana 5 langkah ke depan. Mulai dari mengukur kemampuan diri sendiri, menetapkan apa yang ia inginkan di masa depan, menyusun daftar 10 industri yang ia nilai paling tahan krisis, sampai akhirnya memilih industri yang paling tepat untuk berkarir.

Nah, pilihan jatuh pada asuransi, karena Benjamin melihat asuransi merupakan salah satu industri yang relatif tak pernah mati. Bahkan, ia justru mulai mengenal dan terjun ke bisnis asuransi ketika Indonesia diterpa badai krisis ekonomi pada 1998 lalu. “Justru saat krisis saya masuk ke asuransi, dan itu membuktikan satu hal, bahwa industri ini tetap hidup ketika krisis,” jelas Benjamin.

Tak hanya itu. Menurut lulusan Magister Manajemen Prasetiya Mulya Business School ini, potensi bisnis asuransi masih sangat besar. Simak saja. Pada 2012 kontribusi asuransi jiwa dan asuransi umum totalnya hanya sekitar 1,7 persen terhadap GDP. Bandingkan dengan di Inggris yang sudah sebesar 8 persen, atau Singapura yang sudah ada di kisaran 6-7 persen. Jadi, Benjamin berkesimpulan bahwa potensi dan perjalanan industri asuransi di Indonesia masih sangat panjang. Apalagi, jumlah penduduk Indonesia sangat besar. Berdasarkan angka tadi, maka di Indonesia industri ini masih under-developed. “Boleh dikatakan belum tergarap secara maksimal,” kata Benjamin.

Benjamin menambahkan, besarnya potensi industri asuransi di Indonesia juga bisa dilihat dari tiga faktor lain. Yaitu, populasi penduduk, jumlah dan kualitas asset, serta tingkat resiko bisnis yang muncul. Besarnya penduduk akan menumbuhkan kebutuhan akan asuransi jiwa dan kesehatan. Sementara, bertambahnya jumlah dan kualitas asset serta resiko bisnis akan meningkatkan kebutuhan akan asuransi umum.

Ibarat trek lomba lari, asuransi merupakan trek yang lebar, panjang, tapi banyak bebatuan dan tak banyak orang yang mau memilih untuk berlari di situ. Itu semua membuat pria lulusan teknik pertambangan ITB ini makin yakin akan pilihannya ke jalur asuransi. Pasalnya, potensi industri yang besar akan memicu ke beragam peluang. Mulai dari peluang bisnis, peluang karir, peluang usaha, peluang dalam pendidikan dan lain-lain. Kesempatan dan peluangnya berbeda dengan industri yang penetrasinya sudah besar dan jenuh.

Meski begitu, tantangan dan kendala di bisnis ini tidak sedikit. Salah satunya, kecenderungan kelas menengah masyarakat Indonesia ketika menentukan prioritas pengeluarannya yang mengabaikan pentingnya berasuransi. Prioritas pertama kata Benjamin, adalah untuk pendidikan anak. Lalu yang kedua untuk rumah atau tempat tinggal, ketiga simpanan di bank, dan keempat adalah untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup. Nah, yang kelima barulah untuk berasuransi. Jadi kata Benjamin, orang lebih mementingkan untuk membeli pulsa ponsel ketimbang polis asuransi. “Tetapi, kalau saya menjelaskan urutan prioritas ini, banyak orang malah mengatakan itu sudah bagus sekali jika masuk di urutan kelima, karena orang itu malah menaruh kebutuhan berasuransi di urutan sepuluh,” gurau Benjamin sembari tertawa.

Toh ia tak gentar menghadapi kendala tadi. Mengambil satu teori yang dipelajarinya di saat kuliah di Prasetiya Mulya dulu, ia menegaskan bahwa tugas marketing bukan hanya memenuhi kebutuhan konsumen saja. Marketing harus bisa ‘memicu kegundahan’ sehingga kegundahan itu akan menghasilkan kebutuhan, dalam hal ini kebutuhan orang untuk berasuransi.

Tak heran dengan kepiawaiannya di bisnis asuransi, karir Benjamin bisa melesat meski memilih untuk berkarir di industri yang relatif belum tergarap dengan sempurna.

http://pmbs.ac.id/s2/