Power of View
Danny Budiharto, Operational Director
PT.Dyandra Media International

Melanggengkan Bisnis MICE dengan Go Public

Diperkuat sekitar 35 anak perusahaan, Dyandra berhasil listing di bursa saham dan menjamin keberlangsungan bisnisnya hingga ke generasi selanjutnya.

Berawal dari usaha sambilan, Dyandra Promosindo kini berkembang pesat. Dari perusahaan kecil tanpa kantor dan pegawai tetap, 20 tahun kemudian Dyandra menjelma menjadi PT Dyandra Media International Tbk. Yaitu, sebuah perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham, memiliki sekitar 35 anak perusahaan yang tersebar di berbagai kota, serta memiliki gedung konvensi dan eksibisi terbesar di Indonesia .

Menurut Danny Budiharto, Operational Director PT Dyandra Media International Tbk. (DMI), kesuksesan itu diraih antara lain karena adanya faktor keberuntungan dan momentum waktu yang tepat. Jelasnya begini. Saat berdirinya pada 1994, Dyandra kebetulan memilih jalur penyelenggara pameran bidang komputer. Saat itu, internet baru masuk ke Indonesia dan sektor komputer dan teknologi informasi (TI) mulai berusaha tumbuh. Padahal, waktu itu pameran besar didominasi oleh industri properti, furnitur, dan otomotif. “Selain kami, tidak ada yang melirik pameran komputer,” kenang Danny.

Kemudian, saat krisis menerpa Indonesia pada 1999, semua pelaku industri tiarap. Pameran properti, furnitur, dan otomotif, berhenti. Tapi pameran TI terus berjalan karena industri ini tidak terimbas krisis. Lalu, saat krisis mereda, beberapa industri –seperti otomotif-- mulai pulih dan ingin berpameran lagi. Saat itu, hanya Dyandra lah penyelenggara pameran yang masih terlihat jelas kiprahnya. Maka, ditunjuklah Dyandra sebagai penyelenggara pameran otomotif pada 2000. “Sampai hari ini, mungkin cuma kami satu-satunya yang menyelenggarakan pameran mobil terbesar di Indonesia,” jelas Danny.

Sejak itu Dyandra terus tumbuh pesat. Kini, berkat keunggulan sumber daya manusia, PT Dyandra Media International, Tbk berkembang hingga memiliki 35 anak perusahaan. Anak usaha ini terbagi dalam 4 pilar bisnis yang saling bersinergi. Pilar pertama bergerak di bisnis penyelenggaraan event, pilar kedua bergerak di bisnis pendukung event. Seperti, bidang penyewaan tata lampu, pembuat stan, konstruksi pameran dan sebagainya. Selanjutnya, di pilar ketiga ada di bisnis gedung konvensi dan eksibisi, sedangkan di pilar keempat adalah di bisnis pengelolaan hotel-hotel dengan brand Santika dan Amaris.

Dibalik itu, upaya Dyandra melebarkan sayap hingga ke sektor properti -seperti gedung eksibisi dan hotel-- sebenarnya juga merupakan trik khusus untuk memuluskan ambisi perusahaan. Yaitu, ambisi untuk menjadi perusahaan MICE pertama yang melakukan go public. Go public sulit berhasil jika hanya mengandalkan bisnis event, karena bisnis ini tidak memiliki aset barang. Asetnya hanya sumber daya manusia. Padahal untuk bisa terdaftar, bursa saham punya banyak aturan main tertentu, termasuk aturan soal kepemilikan aset. Nah, dengan menambahkan convention center dan hotel-hotel dari grup induk Kompas Gramedia, Dyandra memiliki aset yang jelas. “Dengan kombinasi bisnis ini, kami jadi mudah untuk listing di bursa,” terang Danny.

Ambisi go public ini diakui Danny muncul sangat kuat karena latar belakang pendidikan para pendiri dan pimpinan Dyandra yang kuat. Latar belakang pendidikan S2 dari Prasetiya Mulya Business School yang membuatnya ingin membawa Dyandra melantai di bursa saham. Dengan go public dan memenuhi semua persyaratan bursa, langgengnya pertumbuhan bisnis Dyandra akan lebih terjamin hingga ke generasi berikutnya.

http://pmbs.ac.id/s2/