Power of View
Sigit Pramono,Ketua Umum Perhimpunan
Bank Nasional (Perbanas)

Dengan Bersatu, Bank Kita Kuat

Cara paling cepat adalah dengan pertumbuhan anorganik. Belajar dari bank-bank besar di dunia mereka melakukan merger.

Sigit Pramono adalah saksi sejarah perbankan di Indonesia. Terjun ke dunia perbankan sejak awal 1980-an, ia merasakan krisis ekonomi 1998 yang menumbangkan dunia perbankan di tanah air. Kala itu Komisaris Independen PT BCA Tbk, Sigit Pramono tengah berkarir di Divisi Sindikasi Kredit Bank Exim.

Krisis ekonomi Indonesia membuat Bank Exim harus digabung dengan tiga bank lainnya, Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), sehingga menjadi Bank Mandiri. Di Bank Mandiri Sigit mendapat tugas menangani kredit yang mesti direstrukturisasi. Itu bukan tugas ringan, namun Sigit berhasil menangani tugas restrukturisasi tersebut.

Ada banyak faktor yang menjadi kunci keberhasilannya dalam menangani restrukturisasi kala itu. Salah satunya kemampuan menakar masalah, mengambil keputusan, dan membuat strategi. Sarjana ekonomi Universitas Diponegoro pada 1983 itu mengaku beruntung telah bersekolah di Prasetiya Mulya Business School.

“Saya beruntung, di Prasetiya Mulya teman sekelas adalah teman-teman yang sudah cukup lama bekerja lalu mereka melanjutkan sekolah,” kata dia. Dengan begitu, selain interaksi dengan pengajar, ia berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pengalaman dalam berbagai bidang. “Seluruhnya bertemu dalam proses belajar mengajar, kami banyak berdiskusi tentang berbagai kasus,” ia menegaskan. “Dalam perjalanan karir, hal itu membantu saya dalam mengambil berbagai keputusan,” Sigit menambahkan.

Pengalamannya berkecimpung di dunia perbankan, melahirkan gagasan bank besar yang ia tuangkan dalam buku "Mimpi Punya Bank Besar", yang diterbitkan pada Oktober 2014. Mengapa menggunakan kata “mimpi”? “Sebab mutlak harus ada political will dari pemerintah untuk menggabungkan bank-bank miliknya,” ujarnya. Tanpa keinginan tersebut, Indonesia mustahil memiliki bank besar.

Sigit mengungkapkan ada tiga faktor dalam mengelola sebuah bank agar bank tersebut menjadi bank yang bagus, sukses dan besar. "Tidak ada hal lain. Untuk mengembangkan sebuah bank menjadi bagus dan sukses diperlukan modal. Bank adalah bisnis modal," ujar Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) ini.

Faktor lainnya adalah sumber daya manusia, dan teknologi. Tapi ia mengatakan, jika memiliki modal, kedua faktor ini tidak terlalu sulit dipenuhi. "Dengan modal besar, bank bisa merekrut SDM yang bagus dan melakukan investasi teknologi," ujarnya.

Untuk mendapatkan modal besar, kata dia, ada dua cara yang bisa dilakukan bank. Yang pertama dengan cara pertumbuhan organik, seperti mengembangkan cabang atau menghimpun dana lebih besar. Kedua dengan pertumbuhan anorganik seperti merger dan akuisisi. "Cara yang paling cepat adalah dengan pertumbuhan anorganik. Bank-bank besar di dunia melakukan merger," ujar Sigit.

Sigit mengusulkan pemerintah melakukan cara kedua agar Indonesia memiliki bank nasional yang besar. Langkah awalnya adalah mendirikan Bank Pembangunan Indonesia (BPI). Karena negara yang sedang membangun yang pertama kali harus dilakukan adalah membangun infrastruktur, dan Indonesia sampai saat ini belum punya bank infrastruktur, padahal untuk membangun infrastruktur dibutuhkan kredit jangka panjang. Strategi selanjutnya adalah mega merger dari beberapa Bank Pembangunan Daerah, yang kemudian bersatu dengan BPI.

Selama ini Bank Pembangunan Daerah walaupun menyandang nama bank pembangunan tapi mereka tidak pernah melakukan fungsi pembangunan, yang terjadi mereka memberikan kredit kecil untuk pegawai negeri, kredit jangka pendek untuk konsumen, tidak sesuai dengan maksud dan tujuan utamanya. Gubernur, bupati, ataupun walikota nantinya akan menjadi shareholder di BPI, sehingga jika di daerahnya membutuhkan dana untuk membangun infrastruktur, mereka bisa meminta pada BPI. Sehingga fungsi utama BPI adalah sebagai bank untuk modal pembangunan.

Lebih jauh Sigit pun menyarankan BNI dan Mandiri bersatu menjadi BNI Mandiri. Karena ia pernah memimpin BNI dan Mandiri, ia tahu persis kedua Bank itu seperti apa. Nama BNI diletakkan di depan karena BNI memiliki sejarah panjang, BNI adalah bank yang dilahirkan saat Indonesia baru merdeka, karena itu namanya menjadi BNI 46. Kemudian langkah selanjutnya adalah mengakuisisi Bank Tabungan Negara (BTN). Mega merger ini untuk membentuk Bank yang fungsinya sebagai Bank Komersial, dimana mereka bisa mengambil untung sebesar2nya.

Kemudian untuk BRI, dikembalikan lagi ke fungsi awalnya menjadi bank untuk membiayai masyarakat kecil (petani, nelayan, dll), karena mereka pun memang sudah memiliki keahlian di area itu, Sigit menambahkan daripada pemerintah membangun bank baru untuk mengurus UMKM/SMI, lebih baik memanfaatkan dan fokus pada BRI yang sudah ada dan sudah berpengalaman 100 tahun di bidang itu.

Tidak lupa, ia menyebutkan tentang Bank Syariah yang bersatu menjadi Bank Syariah Indonesia, dimana Bank Syariah bisa menjadi alternatif pembiayaan untuk masyarakat yang membutuhkan. Harapannya, ketiga bank ini akan menjadi bank yang sangat besar yang bisa berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi kita ke depan.

Sigit menekankan tidak ada masalah untuk menggabungkan bank-bank milik pemerintah. Sejarah perbankan Indonesia mencatat, di negeri ini telah dilakukan beberapa konsolidasi bank. Yang pertama adalah pada masa pemerintahan Soekarno tahun 1965. Kala itu dibuat kebijakan untuk menyatukan seluruh bank pemerintah, menjadi Bank Negara Indonesia. Merger bank kembali dilakukan ketika krisis ekonomi tahun 1998 sehingga lahir Bank Mandiri.

http://pmbs.ac.id/s2/