Power of View
Ir. Tato Miraza, SE., M.M., Direktur
Utama PT ANTAM (Persero) Tbk

Memperbaiki Regulasi, Menarik Investasi

Memperbaiki regulasi hukum akan sangat mempengaruhi iklim investasi pertambangan di Indonesia.

Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia mendatangkan banyak investasi. Tahun lalu, pertambangan menjadi salah satu sektor utama investasi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 128,2 triliun dan pertambangan menyumbang Rp 18,8 triliun. Adapun realisasi penanaman modal asing (PMA) tercatat Rp 270 triliun dan pertambangan menyumbang US$ 4,8 miliar (sekitar Rp52,8 triliun).

Menurut Ir. Tato Miraza, S.E., M.M., Direktur Utama PT ANTAM (Persero) Tbk, potensi pertambangan di Indonesia sangat menarik bagi investor. Negara ini berada di kawasan cincin api (ring of fire) sehingga begitu kaya akan mineral. Kemungkinan penemuan cadangan berbagai jenis mineral sangat tinggi. Selain emas, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, sedangkan bauksit berada di urutan ke lima. “Potensi-potensi itu sayang kalau tidak dikembangkan. Apalagi posisi kita sangat strategis, dekat dengan Jepang, Tiongkok, Australia, India, dan negara-negara Asia-Pasifik lainnya,” kata dia.

Negara penghasil nikel lainnya adalah Filipina. Namun, negara tersebut memiliki kendala musim sehingga produksi tidak bisa dilakukan sepanjang tahun. Selain itu, kadarnya juga tidak sebaik yang ada di Indonesia sehingga biaya produksinya akan lebih mahal. Jadi, Indonesia tetap negara penghasil nikel yang paling kompetitif.

Meskipun demikian, ternyata iklim investasi pertambangan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Berdasarkan laporan Fraser Institute untuk periode 2012-2013, Indonesia menempati urutan ke-96 atau terakhir dalam survei tentang iklim investasi terbaik di industri tambang.

Memperbaiki iklim investasi pertambangan adalah pekerjaan rumah bagi pemerintah. Kuncinya ada di regulasi. Tato mengatakan, regulasi yang perlu diperbaiki adalah regulasi hukum , terutama dari sisi waktu. Saat ini, mengurus perizinan pertambangan memakan waktu yang cukup lama, bisa sampai bertahun-tahun.

Tato yang merupakan alumnus Magister Manajemen Prasetiya Mulya Business School ini mencontohkan, untuk mengurus pinjaman komersial luar negeri (PKLN) oleh BUMN, dibutuhkan waktu sembilan bulan. Lalu, diperbaiki menjadi enam bulan. Namun, itu belum cukup karena idealnya memakan waktu maksimal dua bulan. “Itu baru satu izin. Di Indonesia ada lebih dari 100 perizinan di sektor hulu migas, sementara di pertambangan ada puluhan perizinan yang harus dipenuhi. Butuh waktu berapa lama?” kata Tato.

Untuk itu, pemerintah perlu memperbaiki regulasi yang ada. Pelayanan perizinan pertambangan sebaiknya dibuat satu atap sehingga akan memotong birokrasi lebih banyak. Pelayanan satu atap ini bisa saja dikoordinatori oleh salah satu kementerian atau lembaga yang berkepentingan, entah itu BKPM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, atau Kementerian Perindustrian.

http://pmbs.ac.id/s2/