Power of View
Danny Budiharto, Operational Director
PT.Dyandra Media International

Memaksimalkan Potensi Industri MICE
di Tanah Air

Mengatasi kendala pertumbuhan industri MICE, Dyandra giat membangun gedung-gedung konvensi dan pameran besar di berbagai kota.

Potensi industri MICE atau Meeting, Incentive, Conference & Exhibition di Indonesia masih terbuka lebar. Salah satu indikasinya adalah jumlah penyelenggaraan pameran di Indonesia yang terus membumbung.

Simak saja, data milik Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi), pada 2010 ada sekitar 268 pameran di Indonesia. Angka itu kemudian meningkat menjadi 360 pameran pada 2011, dan agak stagnan di 2012 dengan hanya ada 365 pameran. Namun pada, pada 2013 jumlahnya meroket. “Tahun lalu, kami menyelenggarakan lebih dari 700 event dalam setahun,” papar Danny Budiharto, Operational Director PT Dyandra Media International Tbk. (DMI), salah satu pemain industri MICE terbesar di Indonesia.

Selain dari sisi jumlah pameran, besarnya skala pameran pun meningkat dari tahun ke tahun. Danny mencontohkan gelaran Indonesia International Motor Show (IIMS) yang dikelolanya. Awalnya, pada 1986 sebelum dikelola Dyandra, pameran mobil ini hanya menempati lahan seluas 4.000 meter persegi di Jakarta Convention Center, Senayan. Tapi, September 2014 nanti, luas lahan IIMS yang kini diselenggarakan di JIExpo Kemayoran sudah akan mencapai lebih dari 80.000 meter persegi.

Begitu manisnya, pasar MICE di tanah air ini pun kini sudah mulai dilirik pemain asing. Melihat perkembangan itu, Danny tak gentar. Menyiasatinya, DMI kini malah sudah menjalin kerjasama dengan dua pemain asing. Langkahnya, yakni dengan membentuk dua perusahaan patungan dengan kedua pemain asing tadi, UBMMG Holdings, dan Tarsus Group.

Tapi sayangnya, ada satu kendala yang mengganjal pertumbuhan industri MICE di Indonesia. Yaitu, kurangnya venue atau gedung konvensi tempat penyelenggaraan kegiatan MICE yang besar dan memenuhi standar internasional. Padahal, bahan mentah utama MICE adalah venue. “Sejak bertahun-tahun venue di Jakarta cuma ada 2, yaitu di JCC dan di Kemayoran. Itu pun sampai dua tahun ke depan jadwalnya sudah padat,” papar Danny, yang merupakan lulusan S2 bidang Marketing dari Prasetiya Mulya Business School. Menurut Danny seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah yang membangun dan menyediakan venue untuk kegiatan MICE seperti di negara-negara lain, sedangkan industri MICE menjadi pelaku dan penyelenggara event.

Meski begitu, DMI tak surut langkah. Sejak beberapa tahun belakangan perusahaan yang merupakan bagian dari grup Kompas Gramedia ini, DMI justru berupaya mengatasi kendala tadi dengan terjun ke bisnis convention & exhibition hall. Gedung-gedung konvensi baru pun di bangun, mulai dari di Surabaya, Makassar, Medan, sampai di Nusa Dua Bali, yang merupakan venue konvensi terbesar di Indonesia. Beberapa event besar seperti KTT ASEAN dan APEC pernah diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Centre milik DMI. Bahkan, DMI bekerjasama dengan Sinar Mas Group kini juga tengah menyelesaikan pembangunan venue baru yang lebih besar lagi, di kawasan BSD Serpong, Tangerang Selatan dengan luas lebih dari 22 hektar.

Kepiawaiannya mencermati peluang dalam menjalankan perusahaan, diakui Danny banyak didapat dari latar belakang pendidikan S2 nya. “Bisnis saya ini banyak mengandung unsur marketingnya. Dasar saya dalam mengambil keputusan, mengatur strategi bisnis, pasti itu berlatar belakang pelajaran dari Prasetiya Mulya,” ujarnya.

Tak heran, jika DMI kini bisa menguasai sekitar 80 persen pasar MICE, dan terus memaksimalkan potensi industri MICE di Indonesia yang masih terbuka lebar.

http://pmbs.ac.id/s2/