A PHP Error was encountered

Severity: 8192

Message: preg_replace(): The /e modifier is deprecated, use preg_replace_callback instead

Filename: libraries/Pagination.php

Line Number: 2

Backtrace:

File: /mnt/data/microsite/www/jendelaMPR-RI/application/controllers/Detail.php
Line: 14
Function: __construct

File: /mnt/data/microsite/www/jendelaMPR-RI/index.php
Line: 292
Function: require_once

Pancasila Harus Jadi Pakem Kehidupan | Jendela MPR-RI | tempo.co

31 MEI 2015 | 12.20

Pancasila Harus Jadi Pakem Kehidupan

Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI TB Hasanuddin saat membuka acara pagelaran wayang kulit di halaman kantor walikota Blitar pada Sabtu malam, 30 Mei 2015.

INFO MPR - Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI TB Hasanuddin membuka acara pagelaran wayang kulit di halaman kantor walikota Blitar pada Sabtu malam, 30 Mei 2015. Acara dengan lakon "Pandowo Boyong" yang didalangi Ki Cahyo Kuntadi ini digelar dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni 2015 atas kerjasama MPR RI dengan Pemerintah Kota Blitar.

Hadir dalam acara ini Walikota Blitar M. Samanhudi Anwar. Dalam sambutannya, Hasanuddin menyampaikan pagelaran wayang kulit ini bukan hanya sekadar tontonan tapi tuntunan yang memiliki pakem yang tidak boleh diubah. Menurut dia, dalam kehidupan harus ada pakem, yaitu Pancasila. "Dengan kita pegang teguh pakem ini dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan ekonomi dan poltik, saya yakin Indonesia akan sejahtera," ujarnya.

Dalang Cahyo Kuntadi menjelaskan lakon Pandawa Boyong ini menceritakan tentang Pandawa Lima yang menjadi simbol Pancasila.

Pertama, Kuntodewo sebagai simbol Ketuhanan. Kedua, Werkudoro sebagai simbol dari kemanusiaan. Ketiga, Arjuno sebagai simbol persatuan dan kebangsaan. Keempat, Nakulo sebagai simbol perwakilan rakyat untuk musyawarah dan mufakat. Kelima, Sadewo sebagai simbol keadilan sosial.

Menurut dia, cerita wayang yang akan didalanginya ini diharapkan bisa menjadi pesan terhadap masyarakat agar kembali mengingat, menghayati, mempelajari, dan mengamalkan isi Pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari setiap saat. "Jati diri dan karakter hidup harus disesuaikan dengan dasar negara," katanya.

Itu tergambar dari inti ceritanya, bagaimana Pandawa Lima setelah memenangkan Baratayuda lalu pindah (boyong) ke negara Astina yang saat itu dalam keadaan memprihatinkan. "Dengan Pandawa Boyong bisa mengembalikan kejayaan negeri Astina. Ini untuk mengingat, memahami, dan mempelajari Pancasila," kata Cahyo.

(*)

Foto Terkini