Severity: 8192
Message: preg_replace(): The /e modifier is deprecated, use preg_replace_callback instead
Filename: libraries/Pagination.php
Line Number: 2
Backtrace:
File: /mnt/data/microsite/www/jendelaMPR-RI/application/controllers/Detail.php
Line: 14
Function: __construct
File: /mnt/data/microsite/www/jendelaMPR-RI/index.php
Line: 292
Function: require_once
15 DESEMBER 2015 | 14.00
Indonesia Perlu Majelis Etika
INFO MPR - Menyangkut gaduh pada sidang Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan berpendapat bahwa sudah waktunya Indonesia berpikir untuk memiliki majelis etik. Majelis itu bisa menyidangkan semua kasus etika yang terjadi di semua lembaga negara.
Hal ini diungkapkan Zulkifli Hasan saat berdiskusi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang tergabung dalam kelompok Punakawan beserta Wakil Ketua Oesman Sapta, Mahyudin, dan E.E. Mangindaan. Acara berlangsung di Ruang Delegasi, kompleks MPR, DPR, dan DPD, pada Selasa, 15 Desember 2015.
Pada kesempatan tersebut, rombongan Punakawan dipimpin pengusaha yang juga budayawan Jaya Suprana bersama Frans Magniz Suseno, Prof Emil Salim, serta Prof Mahfud Md. Mereka menyampaikan berbagai kekhawatiran terkait dengan kondisi sosial politik Indonesia. Dari persoalan kegaduhan di DPR yang melibatkan nama Setya Novanto hingga kritik terhadap pelaksanaan Sosialisasi Empat Pilar MPR.
Prof Emil Salim, misalnya, mengatakan sila-sila dalam Pancasila kini tengah diuji. “Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, dihadapkan pada kenyataan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat toleransi sangat rendah dan memiliki potensi konflik yang sangat tinggi,” kata Emil Salim. “Tingginya jumlah pengangguran dan minimnya penghasilan menjadi pemicu tingginya angka pencurian dan kebohongan, padahal itu tidak sesuai dengan sila kedua Pancasila.”
Sila ketiga, menurut Emil Salim, juga tidak kalah memprihatinkan. Sebab, provinsi-provinsi yang selama ini dikenal sebagai wilayah yang kaya, rakyatnya malah hidup dalam kemiskinan. Adapun Jawa, Bali, dan Sumatera malah menguasai lebih dari 80 persen potensi ekonomi Indonesia.
Sedangkan Frans Magniz Suseno menilai gaduh di DPR membuat masyarakat semakin tak percaya kepada para wakilnya. Kondisi ini diperparah dengan sikap anggota DPR yang saling membela koleganya.
Menanggapi berbagai masukan itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan Reformasi pada 1998 telah melahirkan negara Indonesia baru. Yaitu negara Indonesia yang benar-benar berbeda dibanding sebelumnya. Di dalam negara Indonesia yang baru itu terdapat plus-minus sendiri.
"Kini setiap warga negara bisa mewujudkan cita-citanya, termasuk kesempatan warga Tionghoa menjadi kepala daerah. Namun, pada saat yang sama, biaya demokrasi kita menjadi sangat tinggi karena setiap anggota masyarakat bisa menentukan pilihannya,” ujar Zulkifli. (*)
16 DESEMBER 2015 | 14.48
16 DESEMBER 2015 | 14.47
16 DESEMBER 2015 | 14.47