Kisruh dengan Garuda, Pangsa Pasar Sriwijaya Air Turun 3 Persen

Reporter:
Editor:

Kodrat Setiawan

  • Font:
  • Ukuran Font: - +
  • (Ki-ka) Direktur Kepatuhan Sriwijaya Air Ar Tampubolon, Direktur Human Capital Sriwijaya Air Sukamto Kusnadi, Direktur Keuangan Sriwijaya Air Andreas Gunawan, Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena, Direktur Operasi Sriwijaya Air Didi Iswandy, Direktur Teknik Sriwijaya Air Dwi Iswantoro, dan Direktur Keamanan dan Keselamatan Sriwijaya Air Cecep Cahayana di kantor Sriwijaya Air, Tangerang, Senin, 20 Januari 2020. TEMPO/Francisca Christy

    (Ki-ka) Direktur Kepatuhan Sriwijaya Air Ar Tampubolon, Direktur Human Capital Sriwijaya Air Sukamto Kusnadi, Direktur Keuangan Sriwijaya Air Andreas Gunawan, Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena, Direktur Operasi Sriwijaya Air Didi Iswandy, Direktur Teknik Sriwijaya Air Dwi Iswantoro, dan Direktur Keamanan dan Keselamatan Sriwijaya Air Cecep Cahayana di kantor Sriwijaya Air, Tangerang, Senin, 20 Januari 2020. TEMPO/Francisca Christy

    TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena mengatakan market share atau pangsa pasar perusahaannya sempat melorot 3 persen akibat kisruh kerja sama manajemen dengan PT Garuda Indonesia Persero Tbk pada 2019.

    "Market share kami saat ini jadi 7 persen dari sebelumnya 10 persen," ujar Jefferson di kantornya, Tangerang, Senin, 20 Januari 2020.

    Jefferson mengatakan perusahaannya saat ini sedang berfokus memperbaiki pangsa pasar entitasnya. Sepanjang 2020, manajemen menargetkan pasar Sriwijaya pulih secara bertahap menjadi 8 persen.

    Untuk menjangkau target pasar tersebut, Sriwijaya akan menggandeng penumpang dari kalangan lebih luas, seperti milenial, serta mengevaluasi layanan yang tersedia saat ini. Sriwijaya juga akan memulihkan rute-rute penerbangan yang sempat tidak diterbangi setelah kisruh dengan Garuda Indonesia.

    Rute-rute yang dimaksud ialah Banyuwangi, Malang, dan sejumlah destinasi potensial lainnya. Untuk mengoptimalkan frekuensi penerbangan, Sriwijaya juga akan memulihkan sejumlah pesawat yang sempat mandek beroperasi.

    "Kalau dari sisi pesawat, Sriwijaya Air punya 24 armada. Saat ini beroperasi 14 pesawat. Kami targetkan beroperasi 23 armada pada akhir 2020," ucapnya.

    Sriwijaya Air memutuskan pecah kongsi dengan Garuda Indonesia pada November 2019 lantaran pelbagai alasan. Komisaris Sriwijaya Air, Yusril Izha Mahendra, mengatakan kerja sama dengan perusahaan pelat merah itu membuat utang perusahaannya membengkak dan kehilangan market share.

    Advertisement

    Advertisement

    Yusril mengklaim utang terakhir yang ditanggung entitasnya kepada Garuda Indonesia senilai Rp 850 miliar. Utang itu bertambah dari semula Rp 500 miliar justru setelah Sriwijaya Air melakukan kerja sama manajemen Garuda Indonesia dalam setahun terakhir.

    “Selama setahun kerja sama dengan Garuda, utang kami malah terus naik. Rute kami juga banyak dipangkas,” ujar Yusril kala dihubungi Tempo pada Rabu, 4 Desember 2019. Utang itu, kata Yusril, berasal dari biaya jasa bengkel pesawat Sriwijaya di Garuda Maintenance Facility atau GMF dan groundhandling pesawat di Gapura Angkasa.

    Pasca pemutusak kerja sama tersebut, VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk. M. Ikhsan Rosan menyatakan Garuda Indonesia Group menghormati keputusan Sriwijaya Air Group. Leputusan yang diambil oleh pihak Sriwijaya Air, maskapai milik keluarga Chandra Lie tersebut sudah lebih baik. "Kinerja mereka selama menjalin KSO (kerja sama operasi) sebenarnya terus membaik. Tahun sebelumnya mereka rugi banyak," kata Ikhsan, Selasa, 12 November 2019.

    FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS


     

     

    Lihat Juga



    Selengkapnya
    Grafis

    Rencana dan Anggaran Pemindahan Ibu Kota, Ada Tiga Warga Asing

    Proyek pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dieksekusi secara bertahap mulai 2020. Ada tiga warga asing, termasuk Tony Blair, yang terlibat.