02 OKTOBER 2015 | 12 35

Kendalikan Impor Komoditas Bisa Menghemat Devisa

Kebijakan pemerintah mengendalikan impor beras sejak Januari 2015 telah menghemat devisa US$ 374 juta.

INFO KEMENTAN - Kementerian Pertanian tetap fokus tidak mengimpor beras medium dan premium tetapi meningkatkan stok beras dalam negeri dan mengekspor beras organik, beras merah dan beras hitam ke beberapa negara. Kebijakan pemerintah mengendalikan impor beras sejak Januari 2015 telah menghemat devisa US$ 374 juta. Data ARAM-I 2015, BPS menyebutkan produksi padi mencapai 75,7 juta ton naik 6,64% dibanding tahun sebelumnya. Kecuali untuk beras khusus untuk kebutuhan industri, konsumsi penderita diabetes, dan lainnya. Selain beras, produksi jagung naik 8,72 persen atau 20,67 juta ton dibanding 2014 yang diikuti peningkatan ekspor dari  pelabuhan di Sumbawa dan Gorontalo sehingga mencapai devisa US$102. Dari kebijakan mengendalikan impor jagung, penghematan devisa juga terjadi mencapai US$483 juta.

Pengendalian impor pangan tidak hanya terbatas pada beras dan jagung, namun juga beberapa komoditas yang dikonsumsi langsung masyarakat yaitu cabai, bawang merah, gula putih, sapi dan lainnya dengan pertimbangan ketersediaan dalam negeri masih mencukupi dan impor hanya untuk keperluan industri dan bibit. 

Nilai devisa yang bisa dihemat dari pengendalian impor dan peningkatan ekspor pangan sejak Januari hingga Juli 2015 senilai US$ 4,03 miliar.  Hemat devisa ini setara Rp 56 triliun bila menggunakan kurs Rp 14.000/US$.

Kebijakan pengendalian impor ini mengacu pada agenda prioritas nasional Nawacita 2015-2019 menitikberatkan pada pembangunan pertanian guna mewujudkan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan dimaksud yakni mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, mengatur kebijakan pangan secara mandiri dan menyejahterakan petani sebagai pelaku utama usaha pertanian pangan. Oleh karena itu pemerintah fokus pada peningkatan pangan strategis yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, daging sapi, kerbau dan gula. Dan untuk menyejahterakan petani, melakukan produktivitas,  penanganan aspek hilir, pemasaran hasil dan pengendalian impor pangan.

Impor pangan bisa tetap memungkinkan. Peraturan perundang-undangan juga tidak melarang. Akan tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan memenuhi konsumsi pangan bagi 255 juta penduduk, impor menjadi alternatif terakhir. (*)