Hasil pertemuan akan dipakai sebagai pedoman untuk menetapkan standar internasional kesehatan tumbuhan.
INFO KEMENTAN - Pencegahan terhadap ancaman penyakit pada tumbuhan dalam rangka menjamin keamanan pangan adalah salah satu agenda yang akan dibahas dalam The 29th Session of The Asia and Pacific Plant Protection Commission (APPPC) yang digelar di Bali 7- 11 September 2015.
Menteri Pertanian yang diwakili Kepala Badan Karantina Pertanian membuka Konvensi dua tahunan kali ini diikuti oleh 22 negara Asia-Pasifik. Turut hadir Sekretaris APPPC Dr Piao Yong Fan (Cina) dan Sekretaris International Plant Protection Convention (IPPC) Dr Kyu Ock Tim (Korea).
Badan Karantina Pertanian, selaku institusi National Focal Point untuk perlindungan tanaman menyampaikan peran Indonesia dalam pertemuan ini sangat penting, karena hasil pertemuan ini nantinya akan dipakai pedoman untuk menetapkan standar internasional kesehatan tumbuhan. Terlebih saat ini Indonesia sedang mendorong terus peningkatan produksi pertanian seperti Padi, Gula, Daging, Jagung, Kedelai, Tanaman Holtikultura, Cabe dan Bawang Merah. Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan.
Secara nyata, hasil pertemuan ini akan menyepakati beberapa standar kesehatan tumbuhan dan tata cara pengendalian penyakit tanaman. Mengingat saat ini teknologi inovasi berbagai negara selalu berkembang. Selain dimanfaatkan negara peserta di wilayah Asia Pasifik, hasil juga diusulkan ke pertemuan perlindungan tumbuhan dunia yang diselenggarakan Organisasi Pangandan Pertanian Dunia, FAO di Roma tahun 2016 mendatang.
Bagi Indonesia, ikut terlibat dalam pembahasan standar kesehatan tumbuhan menjadi sangat penting terlebih dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan segera di berlakukan pada akhir tahun ini. Dengan konsekuensi pergerakan barang yang sangat terbuka, Indonesia harus siap.
Dengan pertemuan inilah Indonesia akan mendapatkan informasi teknis mengenai status kesehatan tumbuhan pada masing-masing negara peserta dan juga cara menanggulanginya untuk dapat menjamin keamanan pangan, khususnya pangan asal tumbuhan.
Selain itu, konvensi ini dimanfaatkan Indonesia untuk mensosialisasikan beberapa kebijakan pengendalian penyakit yang sudah ada, termasuk penetapan standar penting kesehatan tumbuhan yang diharapkan dapat diaplikasi di negara lain sehingga dapat menguntungkan posisi tawar perdagangan nasional. Dan sebaliknya dengan mengetahui penerapan standar kesehatan tumbuhan negara lain diharapkan dapat mengakselerasi produk ekspor asal tumbuhan Indonesia. Sebagai contoh, penerapan pengendalian teknis penyakit tumbuhan terhadap lalat buah, dimana penyakit ini telah menjadi momok tidak saja untuk kawasan Asia Pacifik namun dunia, yang secara ekonomi sangat merugikan.
Agenda lain yang dibahas adalah elektronik sertifikasi. Negara peserta dari kawasan Pacifik khususnya Australia dan New Zealand yang telah menerapkan sistem ini berbagi informasi dan teknologi dalam penerapan pengakuan keamanan pangan asal tumbuhan secara elektronik. Upaya penerapan e-certificate menjadikan proses sertifikasi kesehatan tumbuhan dapat dilakukan sebelum barang dikapalkan perlu terus didorong sehingga memudahkan penanganan di pintu-pintu pemasukan baik pelabuhan, Bandar udara maupun pos lintas batas. Hal ini sangat strategis untuk menyiapkan negara-negara Asia Pacific yang merupakan produsen pangan asal tumbuhan terbesar di dunia di era perdagangan global. (*)