15 OKTOBER 2015 | 20.05
âUndang-undang sulit dilaksanakan karena masih banyak yang belum berpihak kepada rakyat atau daerah.
INFO DPD - "Undang-undang sulit dilaksanakan karena masih banyak yang belum berpihak kepada rakyat atau daerah. Selain itu, ada beberapa UU yang saling bertentangan," ujar Hj Baiq Diah Ratu Ganefi, Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, pada sambutan dalam Focus Group Discussion Law Center DPD RI di Universitas 45 Mataram pada Kamis, 15 Oktober 2015. Dalam acara itu, hadir pula Ir H Abdul Jabbar Toba (Sulawesi Tenggara), Hana Hasanah Fadel Muhammad (Gorontalo), dan I Kadek Arimbawa (Bali).
"Pembentuk UU lebih berorientasi pada isu-isu global, lebih berpihak pada kepentingan industri dan pemodal, sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat yang dalam beberapa hal masih bersifat tradisional dan agraris,” ujar senator asal NTB pada acara bertema "Inventarisasi Undang-Undang yang Bermasalah di Daerah” ini.
Konflik UU ini berdampak bukan hanya menyulitkan daerah sebagai garda depan desentralisasi, tapi juga tidak jarang menimbulkan konflik vertikal dan horizontal di tengah-tengah masyarakat. Contohnya dalam kebijakan ketahanan pangan nasional. Pemerintah daerah malah menggenjot pendapatan asli daerah dengan mengalihfungsikan lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri. Hal tersebut merugikan rakyat yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dan menguntungkan para pelaku bisnis atau investor.
Contoh lainnya diungkapkan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi NTB H Rusman, SH, MH. “UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan terkendala dengan UU Tata Ruang. Juga UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban pemerintah daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok. Ini masih sulit dilaksanakan, khususnya efektivitas pengawasan terhadap kebijakan tersebut,” tuturnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, DPD melalui PPUU dan Law Center sebagai salah satu alat kelengkapannya memandang perlu melakukan diskusi dengan kalangan perguruan tinggi dan kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap perundang-undangan.
Diskusi ini dilaksanakan PPUU DPD RI di tiga daerah di Indonesia, yaitu Batam, Magelang, dan Lombok. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat tersusun laporan hasil kajian dan analisis undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah yang berpotensi menimbulkan konflik perundang-undangan, konflik kewenangan, menghambat desentralisasi, dan merugikan daerah.
“Kunci dalam membuat UU itu terdapat dalam naskah akademik yang harus dipertajam dan benar-benar dilihat secara terperinci dalam pembuatannya. Naskah akademik yang dibuat tidak berdasarkan penelitian akan menciptakan UU yang bermasalah,” ujar Dr Kaharuddin, SH MH, dosen Universitas 45 Mataram. (*)
01 OKTOBER 2015 | 14.39
19 SEPTEMBER 2015 | 18.06
19 SEPTEMBER 2015 | 18.02